IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
IMPLEMENTASI
QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
(DALAM
PERSPEKTIF FIQIH)
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Fiqih Kontemporer
Disusun oleh:
Eva Maysara (1502100048)
S1 Perbankan Syariah
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (
IAIN ) METRO
2017
A.
PENDAHULUAN
Secara umum, bank adalah lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang,
dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat islam,
pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian
dari tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah Saw. Pratik-praktik seperti
menerima titipan harta, meminjamka uang untuk keperluan konsumsi dan untuk
keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak
zaman Rasulullah Saw.
Kehadiran bank syariah tentu sangat
membantu umat muslim terhidar dari bunga bank konvensiaonal. Bank sayriah
adalah suatu lembaga yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah, yaitu perjanjian yang dilakukan berdasarkan pada hukum islam.
Produk-produk yang ditawarkan di bank syariah harus terhidar dari riba, gharar,
dan maysir. Banyak produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah salah
satunya adalah qard. Qard merupakan pinjaman uang atau modal yang
diberikan kepada seseorang kepada pihak lainnya, dimana pinjaman tersebut
digunakan untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu.
Dalam hal ini peminjam memiliki tanggung
jawab untuk mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang
dipinjamnya tanpa bergantung pada untung atau rugi usaha yang dijalankannya.
Pinjaman qard juga tidak berbunga, karena prinsip dalam qard ini
adalah tolong menolong. Sedangkan qard
Al- Hasan yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang
dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban mengembalikannya.
B.
IMPLEMENTASI AKAD QARD PADA BANK SYARIAH
Uang yang dititipkan nasabah kepada LKS
yang biasanya menggunakan akad wadi’ah dapat berubah menjadi qard.
Perubahaan ini terjadi apabila pihak LKS menggunakan dana atau uang tersebut
untuk dimanfaatkan atau diinvestasikan dalam kegiatan bisnis atau penggunaan
uang tersebut untuk dikembangkan. Namun demikian, bila ada keuntungan yang
dipatok dengan bunga tertentu, maka hal ini tidak dibenarkan dalam syariat. [1]
Berkaitan dengan deposito, al-Zuhaili
menjelaskan bahwa menurutnya ada tiga macam, pertama, deposito yang mempunyai
nilai yang harus bertambah karena diinvestasikan. Kedua, deposito yang memiliki
pemasukan lancar, dimana keuntungan atau laba dapat ditarik disetiap setengah
atau satu tahun, sementara pokok pinjaman masih utuh. Ketiga, deposito yang tidak
memberikan laba pasti setiap tahun, namun nasabah diberi keuntungan dengan cara
undian.[2]
Berdasarkan tiga jenis deposito di atas,
jenis pertama dan kedua menurut Wahbah al-Zuhaili masuk dalam kategori qard,
namun yang dilarang, karena ada keuntungan ribawi. Begitu juga dengan jenis
yang ketiga, meskipun tidak memberikan laba pasti, namun pemberian hadiah
dengan undian hanyalah hilah untuk memberikan bunga kepada nasabah pemberi
pinjaman.[3]
Al-qard merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah
dalam membantu pengusaha kecil. Pembiayaan qard diberikan tanpa adanya imbalan.
Al-qard juga merupakan pembiayaan harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang dipinjamkan, tanpa adanya
tambahan atau imbalan yang diminta oleh bank syariah.[4]
Akad yang menitik beratkan pada prisnsip
tolong menolong tidak mengutamakan mencari untung, ada pula akad yang bertujuan
mencari untung. Akad yang pertam yaitu akad tabarru, sedangkan akad yang kedua
dikenal dengan akad ijarah (mu’awadah). Salah satu akad tabarru adalah akad
pinjam-meminjam. Pinjam meminjam adalah memberi sesuatu yang halal kepada orang
lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan akan
mengembalikan barang yang dipinjamnya tadi.[5]
Sumber dana qard berasal dari eksternal
dan internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qard yang diterima bank
syariah dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infaq, shadakah, dan
sebagainya), dana yang disediakan oleh para pemilik bank syariah dan hasil
pendapatan non-halal. Sumber dana internal meliputi hasil tagihan pinjaman
qardul hasan.Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah, mengingat
sifatnya bukan transaksi komersial dan tanpa kompensasi, maka qard
menggunakan sumber dana yang berasal:
1. Untuk membantu dana talangan yang
bersifat jangka pendek, digunakan modal pendek.
2. Untuk membantu usaha kecil dan keperluan
sosial, digunakan dana yang bersumber dari zakat, infak dan sedekah.[6]
1. Qard yang diperlukan untuk pemberian dana
talangan kepada nasabah yang memiliki deposito di bank syariah. Dana talangan
ini diambilkan dari modal bank syariah yang jumlahnya sedikit dan jangka
waktunya pendek, sehingga bank syariah tidak diragukan.
2. Qard yang digunakan untuk memberikan
pembiayaan kepada pedagang asongan (pedagang kecil) atau lainya, sumber dana
berasal dari zakat, infaq, sedekah dari nasabah atau para pihak yang
menitipkannya kepada bank syariah.
3. Qard untuk bantuan sosial, sumber dana
berasal dari pendapatan bank syariah dari transaksi yang tidak dapat
dikategorikan pendapatan halal. Misalnya, pendapatan denda atas keterlambatan
pembayaran angsuran oleh nasabah pembiayaan.[7]
Simpanan giro dan tabungan dapat menggunakan prinsip qard, ketika
bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga dari nasabah deposan
sebagai pemilik modal. Bank dapat memanfaatkan dana pinjamaan dari nasabah
deposan untuk tujuan apapun, termasuk untuk kegiatan produktif menari
keuntungan. Sementara nasabah deposan dijamin akan memperoleh kembali adanya
secara penuh, sewaktu-waktu nasabah ingin menarik dananya. Ban boleh memberikan
bonus kepada nasabah deposan, selama hal ini tidak disyaratkan diawal
perjanjian.[8]
Ketentuan Al-Qard yaitu tedapat
pada (Ref Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001), yaitu diperbolehkan untuk
pemberi pinjaman agar membebankan biaya administrasi kepada nasabah. Dalam
penetapan besarnya biaya administrasi sehubungan dengan pemberian qard, tidak
boleh bedasarkan perhitungan presentasi dari jumlah dana qard yang diberikan.[9]
Ketentuan umum Al-Qard adalah sebagai
berikut:
1. Al-qard adalah pinjaman yang diberikan
kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2. Nasabah al qard wajib mengembalikan
jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3. Biaya administrasi dibebankan kepada
nasabah.
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah
bilamana dipandang perlu.
5. Nasabah al qard dapat memberikan tambahan
(sumbangan) senang sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS
telah memastikan ketidakmampuannya LKS dapat:
(a) Memperpanjang jangka waktu pengambilan,
atau
(b) Menghapus (write off) sebagian atau
selutuh kewajibannya.
Penerapan Al-qard dengan menggunakan dana simpanan pokok ternyata
juga membawa dilema ketika para nasabah mengetahui sumber dana tersebut, maka
mereka banyak berkeinginan agar pembiayaanya dialihkan menjadi pembiayaan al-qard
meskipun usaha mereka lancar. Sebagai nasabah mereka merasa juga punya hak yang
sama dengan yang lain karena mereka juga mempunyai simpanan wajib nasabah.[10]
Pembebanan biaya administrasi adalah suatu hal yang umum
diperaktikan oleh lembaga keuangan syariah baik bank maupun lembaga mikro serta
diperbolehkan dalam pembiayaan syariah. Biaya administrasi merupakan bagian
dari fee baset income bagi suatu lembaga keuangan. Biaya administrasi merupakan
justifikasi atas administrasi yang timbul karena disepakati pembiayaan syariah.
Problem mucul ketika beban administrasi tersebut merupakan bagian presentasi
tertentu dari nilai pembiayaan sebagaimana kebanyakan yang dipraktikan lembaga
keuangan syariah. Secara umum tidak ada dalil atau kaidah yang melarang pembebanan
administrasi berdasarkan presentase dari nilai pembiayaan. Tetapi tidak akan
menjadi proposional jika nilai pembiayaan semakin besar dengan peningkatan
beban administrasi.[11]
Selama ini memang belum ada ketentuan (fatwa DSN-MUI) terkait
dengan rasionalisasi beban administrasi. Model beban administrasi tersebut
meni,bulkan problem persepsi bagi para calon nasabah bahwa lembaga keuangan
seperti tidak ada bedanya dengan konvensional. Dipersepsikan biaya administrasi
hanyalah bentuk pengalihan risiko dari ketidak pastian pendaptan yang berbasis
sistem bagi hasil maupun margin yang bersifat permanen selama masa pembiayaan.
Meskipun, ada perubahan ekonomi makro yang memili resiko sistemastis bagi
bisnis dan kehidupan sehari-hari. Administrasi sebaiknya dibebankan dengan
nilai nominal tertentu bukan persentase meskipun nilainya proporsinal. Dengan
demikian, meningkatnya nilai pembiayaan akan menurunkan persentase beban
administrasi.[12]
Ketentuan lembaga keuangan, termasuk bank terkait dengan qard adalah
sebagai berikut:
kontrak perjanjian qard dilaksanakan antara bank dan
nasabah.
1. Nasabah menyediakan tenaga untuk
mengelola usaha dan bank syariah menyerahkan modal sebagai investasi. Modal
yang diserahkan dalam qard berasal dari dana bank dan dana kebajikan yang dikumpulkan
oleh bank dari berbagai sumber antara lain adalah zakat, infak, sedekah, denda,
bantuan dari pihak lain, dan dana lainya.
2. Bila terdapat keuntungan, maka keuntungan
100% dinikmati oleh nasabah, tidak dibagi hasilkan dengan bank syariah.
3. Pada saat pembayaran atau jatuh tempo,
maka nasabah mengembalikan 100% modal yang berasal dari bank syariah, tanpa ada
hambatan.
Tempat pembayaran qard menurut ualam fiqih sepakat bahwa qard
harus dibayar di tempat terjadinya akad secara sempurna. Namun demikian, boleh
membayarnya ditempat lain apabila tidak ada keharusan untuk membawanya atau
memindahkannya, juga tidak halangan dijalan. Sebaliknya, jika tidak terdapat
halangan apabila membayar di tempat lain, muqrid tidak perlu
menyerahkannya.[13]
Qard dalam LKS dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut:
Skema di
atas dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Pihak nasabah (muqtarid) mengajukan
pinjaman kepada LKS (muqrid) dengan menggunakan akad qard;
2.
Pinjaman tersebut adalah pinjaman untuk modal
usaha yang dikelola oleh nasabah;
3.
Nasabah (muqtarid) menjalankan modal
tersebut untuk sebuah usaha;
4. Setelah mendapatkan keuntungan usaha, nasabah
mengembalikan modal usaha yang dipinjamnya;
5.
Keuntungan yang diperoleh dari usaha nasabah
100% untuk nasabah sendiri.
Contoh kasus al-qard:
a) Yaitu sebagai pinjaman talangan haji,
dimana nsabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum
keberangkatannya ke haji.
b) Sebagai pinjaman kepada tunai (cash
advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan
untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikanya
sesuai waktu yang di tentukan.[14]
Aplikasi dalam perbankan akad qard biasanya diterapkan
sebagai hal berikut:[15]
1. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang
telah terbukti loyalitas dan bonadafitasnya, yang membutuhkan dana talangan
segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan
secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu,
2.
Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana
cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan
dalam bentuk deposito
3.
Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang
sangat kecil atau membantu sektor sosial. [16]
C.
MANFAAT QARD
Menurut Ulama Malikiyah berpendapat bahwa
muqrid tidak boleh memanfaatkan harta muqtarid. Seperti naik kendaraan
atau makan dirumah muqtarid, jika dimaksudkan untuk membayar utang muqtarid,
bukan sebagai penghormatan. Begitu dilarang memberikan hadiah kepada muqrid,
jika dimaksudkan untuk mencicil utang. Ulama syafi’yah dan Hanabilah melarang qard
terdapat sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan, seperti memberikan qard
agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak sebab qard
dimaksudkan sebagai akad kasih sayang, kemanfaatan, atau mendekatkan hubungan
kekeluargaan. Selain itu, Rasulullah SAW.[17] pun
melarangnya. Pendapat ulama fiqih tentang qard dapat disimpulkan bahwa
qard dibolehkan dengan dua syarat yang pertama, tidak menjurus pada
suatu manfaat. Kedua, tidak bercampur dengan akad lain, seperti jual
beli.
Qard memberikan manfaat bagi masyarakat
dan bank syariah sendri. Manfaat qard antar lain:[18]
1. Membantu nasabah pada saat mendapat
kesulitan dengan memberikan dana talangan jangka pendek.
2. Pedagang kecil memperoleh bantuan dari
bank syariah untuk mengembangkan usahanya, sehingga merupakan misi sosial bagi
bank syariah dalam membantu masyarakat miskin.
3. Dapat mengalihkan pedagang kecil dari
ikatan utang renternir, dengan mendapatkan utang dari bank syariah.
4. Meningkatkan loyalitas masyarakat kepada
bank syariah, karena bank syariah dapat memberikan manfaat kepada golongan
miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa Imam, Fiqih
Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016.
Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah: Dari
Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Usanti P.Trisadini, Transaksi Bank Syariah, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
Mustofa Imam, Fiqih Muamalah Kontemporer, STAIN Jurai Siwo
Metro Lampung, 2014.
Hendri Hermawan A. N, “Sumber dan Penggunaan Dana qard dan qardul
hasan pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta” dalam jurnal ekonomi islam
vol.II, No. 2, desember 2008.
Alim Nizarul Muhammad, Munasabah Keuangan Syariah, Solo: PT Aqwam
Media Profetika, 2011.
Syafi’i Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia,
2001.
VeitHzal Rivai dan Andria Peramata Veithzal, Islamic Financial
Management, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta:Kencana Prenanda Media Group,
2011.
http://warungekonomiislam.blogspot.co.id/2012/11/al-qardh.html?m=1, diakses pada tanggal, 5 maret 2017,
pukul, 20:34.
[1] Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT
Grafindo Persada, 2016), h. 173.
[2] Ibid., h. 173.
[3]Ibid., h. 174 .
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 212.
[5]Trisadini P. Usanti, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 34.
[6]Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer..., h. 174.
[7] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (STAIN Jurai Siwo
Metro Lampung, 2014), h. 149.
[8] Ibid., h. 150
[9] Hendri Hermawan A. N, “Sumber dan Penggunaan Dana qard dan qardul
hasan pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta” dalam jurnal ekonomi islam
vol.II, No. 2, desember 2008, (263-278), h. 270
[10] Muhammad Nizarul Alim, Munasabah Keuangan Syariah, (Solo:
PT Aqwam Media Profetika, 2011), h. 90.
[11] Ibid., h. 91
[12] Ibid., h. 91
[13]
Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h.
156
[14] http://warungekonomiislam.blogspot.co.id/2012/11/al-qardh.html?m=1,
diakses pada tanggal, 5 maret 2017, pukul, 20:34.
[15]
VeitHzal Rivai dan Andria Peramata Veithzal, Islamic Financial Management,
(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008), h. 197
[16]
Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah...,h.157
[17]
Ibid., h. 156
[18]
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Kencana Prenanda Media Group, 2011),
h. 214.
BalasHapusSaya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)