Analis Hadits Etika Penawaran



Nama : Eva Maysara
NPM  : 1502100048
Prodi  : S1 Perbankan Syariah

 Analis Hadits Etika Penawaran
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّرَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسُمْ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
Artinya : “Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang muslim menawar harga barang yang telah ditawar (dan disepakati harganya) oleh muslim lainnya."
Analisis    :  Tentang pengertian menawar barang yang ditawar orang lain sebagaimana penjelasan An Nawawi Asy Syafii bahwa maksudnya adalah adanya kesepakatan antara pemilik barang dengan peminat barang tersebut untuk mengadakan transaksi jual beli namun keduanya belum mengadakan transaksi lalu datanglah orang ketiga menemui penjual lantas mengatakan akulah yang akan membelinya. Hal ini hukumnya haram jika sudah ada kesepakatan harga antara pemilik barang dengan penawar pertama.
Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan hal ini telah melakukan hal yang haram sehingga pelakunya tergolong sebagai pelaku maksiat. Meski demikian mayoritas ulama mengatakan bahwa transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang yang melanggar larangan di atas adalah transaksi jual beli yang sah. Sedangkan menawar barang yang dijual dengan sistem lelang hukumnya tidak haram meski barang tersebut sudah ditawar oleh orang sebelumnya.
عن ابن عمر عن النبىّ ص. م. قال : لا بيع بعضكم على بيع بعض. ولا يخطب احدكم على خطبت بعض
Artinya : “Dari ibnu umar dari nabi saw. Bersabda : janganlah sebagian dari kamu membeli barang yang akan dibeli oleh sebahagian (temanmu) dan janganlah kalian semua berkhitbah atas khitbahnya sebagian (temanmu).”
Analisi     : Analisis hadis diatas Mayoritas ulama berpendapat bahwa haramnya bentuk-bentuk jual beli semacam itu, bahkan menganggapnya sebagai kemaksiatan. Karena transaksi tersebut terjadi sebelum terlaksananya transaksi pertama. Kalau transaksi kedua terjadi setelah terlaksananya transaksi pertama, sementara si pembeli tidak mungkin membatalkan transaksi tersebut. Sebagai contoh  Ada dua orang yang berjual beli dan sepakat pada satu harga tertentu. Lalu datang penjual lain dan menawarkan barang atau jasanyanya kepada pembeli dengan harga lebih murah. Atau menawarkan kepada si pembeli  dengan menjelek jelekan jasa atau barang atau jasa penawar sebelumnya. hal tersebut tidak boleh dan sangat dilarang. haram hukumnya, karena bisa menyebabkan pertengkaran atau perselisihan antar pembeli.

لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ
Artinya : “Janganlah seseorang menjual di atas jualan saudaranya. Janganlah pula seseorang khitbah (melamar) di atas khitbah saudaranya kecuali jika ia mendapat izin akan hal itu.” (H.R. Muslim)
Analisi : Yang dimaksud menjual di atas jualan saudaranya semisal seseorang yang telah membeli sesuatu dan masih dalam tenggang khiyar (bisa memutuskan melanjutkan transaksi atau membatalkannya), lantas transaksi ini dibatalkan. Si penjual kedua mengiming-imingi, “Mending kamu batalkan saja transaksimu dengan penjual pertama tadi. Saya jual barang ini padamu (sama dengan barang penjual pertama tadi), namun dengan harga lebih murah.” Si penjual intinya mengiming-imingi dengan harga lebih menggiurkan atau semisal itu sehingga pembeli pertama membatalkan transaksi. Namun di ujung hadis ada kebolehan menawar barang yang tidak jadi dibeli, jika penawar pertama telah meninggalkan lokasi transaksi tau telah memberikan izin. Artinya, ketidak bolehan tersebut ditunjukan pada calon pembeli kedua, ketika melakukan penawaran terhadap suatu barang yang sedang ditawar oleh calon pembeli pertama. Bentuk penawaran yang dilarang adalah ketika calon pembeli kedua menyarankan agar penjual membatalkan jual beli yang sedang dalam masa khiyar, dengan janji ia akan membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jual beli semacam ini jelas haramnya berdasarkan dalil-dalil di atas karena di dalamnya ada tindakan memudhorotkan saudara muslim lainnya.


عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ
Artinya : “Dari Ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW melarang praktik jual beli najsy (yaitu seseorang bersekongkol dengan penjual atau sengaja melakukan penawaran tinggi terhadap barang dagangannya, dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar mau membelinya).” (H.R Muslim)
Analisis    : Orang yang tidak ingin membeli barang menampakkan kekagumannya pada barang tersebut dengan menyebutkan pengalaman dia dengan barang tersebut dan memujinya agar pembeli tertipu (terpancing) untuk membelinya sehingga akhirnya ia pun menyerahkan harga (uang) untuk membeli barang tersebut. Demikian pula jika si pemilik barang atau wakilnya ataupun yang lainnya mengaku-ngaku dengan pengakuan bathil dan dusta bahwa barang tersebut sudah ada yang berani membayarnya dengan harga tertentu agar si pembeli tertipu sehingga ia membelinya. Dan nampak bagi saya bahwa pengakuan-pengakuan dusta yang diobral untuk barang tertentu agar laris di pasar dengan cara menyebutkan sifat-sifat atau kelebihan-kelebihan dari barang tersebut tidaklah membuat jual beli seperti ini sah, karena semuanya dilakukan untuk memperdaya pembeli agar ia membeli barang tersebut, kemudian setelah barang itu dibeli, dia mendapatkan sifat-sifat tertentu yang membuatnya merasa tertipu dengan barang tersebut. Dilihat dari sisi inilah jual beli seperti ini dilarang karena mengandung unsur penipuan dan merugikan pihak si pembeli.


KESIMPULAN



Dalam transaksi jual beli Seorang muslim tidak boleh menjual barang yang masih dalam proses transaksi dgn muslim lainnya, Seorang Muslim juga tidak boleh menawar barang yg sedang ditawar muslim lainnya, Seorang Muslim juga tidak boleh menjelek-jelekkan barang yg akan dibelinya, atau sebaliknya memuji barang yg dijualnya berlebihan, Seorang Pedagang / pengusaha Muslim juga tidak boleh melakukan MONOPOLI, dan seorang muslim juga tidak boleh melakukan kecurangan atau penipuan dalam kegiatan jual beli yang dapat menyebabkan kerugian pihak manapun terutama pihak pembeli dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih. Karena sejatinya rezeki setiap manusia sudah diatur oleh Allah SWT. Kita sebagai manusia tugasnya berusaha dan berdoa serta mencari rezeki dengan jalan yang Allah ridhoi, dengan itu Allah akan memberi kemudahan kita dalam mencari rezeki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Qawaidul Fiqhiyyah