TASYRI’ PADA MASA RASULULLAH & MASA KINI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Foreign Exchange atau yang lebih dikenal dengan valuta asing merupakan suatu jenis transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya. Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi sangat populer, umum  serta diterima sebagai suatu transaksi yang dipraktekkan diseluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu negara mengalami kemajuan tanpa berhubungan dengan perdagangan valuta asing. Oleh sebab itu selayaknya perdagangan diterima sebagai suatu kebutuhan dan sulit sekali dipisahkan dari dunia modern.
Pada umumnya valuta asing memperdagangkan mata uang. Mata uang diperdagangkan secara berpasangan melalui broker atau dealer. Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya secara kontinue mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan bisa diasumsikan bahwa pasar valas dibuka 24 jam.
Perdagangan valas timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan atau komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (ekspor-impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan di antara negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antar negara.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam satu bursa atau pasar yang bersifat internasional dan terkait dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya.
Banyak kalangan yang menganggap bahwa aktifitas trading forex hampir sama dengan judi. Sehingga muncul suatu pertanyaan apakah menurut hukum Islam perdagangan forex ini diperbolehkan ataukah tidak. Begitu menariknya masalah tersebut serta  minimnya pengetahuan kami terhadap foreign exchange menimbulkan keinginan yang mendalam bagi penyusun untuk lebih dalam lagi mengkaji dan memahami masalah tersebut. Serta sebagai pembahasan dalam pemenuhan tugas terstruktur mata kuliah Fikih muamalah.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Foreign Exchange?
2.      Apa saja jenis-jenis transaksi Foreign Exchange?
3.    Bagaimana Foreign Exchange dalam prespektif hukum Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Foreign Exchange
Foreign exchange atau money changer berasal dari bahasa Inggris dikenal dengan Valuta asing dalam istilah bahasa Indonesia, sedangkan dalam istilah bahasa Arab disebut al-Sharf. Al-Sharf secara bahasa berarti al-Ziyadah (tambahan) dan al-‘adl (seimbang).s Al-Sharf  kadang-kadang dipahami berasal dari kata Sharaf  yang berarti membayar dengan penambahan. Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa ba’i al-Sharf adalah mata uang dengan mata uang. Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-Sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Sehingga Al-Sharf secara bahasa atau harfiyah dapat diartikan penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli.
Adapun pengertian al-Sharf menurut istilah adalah sebagai berikut:
1.      Menurut istilah fiqh, al-Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai. Seperti memperjualbelikan emas dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang. Praktek jual beli antara valuta asing (valas), atau penukaran antara mata uang sejenis.
2.      Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valas) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dollar atau sebaliknya.
3.      Menurut tim pengembangan institut bankir Indonesia, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakuan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf  yang dibenarkan secara Syariah. 
4.      Adapun menurut ulama’ fiqh, Sharf adalah memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.
Dengan demikian al-Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta asing dengan valuta asing lainnya maupun valuta yang sejenis. Valas atau al-Sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan lain sebagainya. Jual beli mata uang merupakan jual beli dalam bentuk finansial yang mencakup beberapa hal sebagai berikut, pembelian mata uang, pertukaran mata uang, pembelian barang dengan uang tertentu, penjualan barang dengan mata uang, penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu, atau penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.
Masing-masing dari kegiatan di atas dapat diklasifikasi menjadi dua macam kegiatan, yaitu jual beli dengan pertukaran. Sehingga untuk masing-masing kegiatan tersebut dapat diberlakukan hukum jual beli dan pertukaran. Penjualan mata uang dengan mata uang yang serupa atau penjualan mata uang dengan mata uang asing, dalam Islam inilah yang disebut sebagai al-Sharf.
Apabila antar negara terjadi perdagangan internasional, maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut dengan devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang dari luar negeri.
Dengan demikian akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Setiap negara memiliki wewenang penuh menetapkan kurs mata uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uang dengan mata uang asing), misalnya 1 dollar Amerika sama dengan Rp 9.540.00-. pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di bursa valuta asing, money changer bank devisa dan perusahaan bisnis valas.
Demikian juga misalnya, bila perusahaan di Indonesia mengekspor barang misalnya ke Jepang, maka pertukaran mata uang asing diperlukan. Pembayaran oleh Jepang untuk perusahaan Indonesia harus dengan mata uang lokal, rupiah. Sementara importir Jepang hanya memiliki mata uang yen.
Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh, guna memenuhi kebutuhan transaksi antara eksportir Indonesia dan importir Jepang tersebut. Pertama, bila eksportir Indonesia menagih dalam bentuk rupiah, maka importir Jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk membayar barang yag diimpor dari Indonesia. Kedua, bila eksportir Indinesia dibayar dengan menggunakan mata uang yen, maka eksportir Indonesia lah yang harus menukar yen itu kepada rupiah. Kurs mata uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi negara masing-masing. Islam mengakui perubahan mata aung asing dari waktu ke waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas mata uang., karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.

B.  Jenis-Jenis Transaksi Foreign Exchange
Dalam jual beli antar bank dan nasabah seperti bank notes, traveler cheque, rekening giro atau deposito valas yang penyerahannya dapat dilakukan pada saat transaksi, namun untuk transaksi valas yang dilakukan dalam perdagangan internasional tidak selamanya penyerahan dapat dilakukan pada saat transaksi, mengingat jarak yang relatif jauh, perbedaan waktu serta volume transaksi yang besar walaupun pada akhirnya semua transaksi ditutup secara tunai (spot). Oleh karena itu ada 4 jenis transaksi yang dapat dilakukan di bursa valas, yaitu:
1.    Transaksi Tunai (spot transaction)
Dalam transaksi tunai biasanya penyerahan valas ditetapkan dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli valas ditutup tanggal 10, maka penyerahannya dilakukan tanggal 12, namun apabila tanggal 12 adalah hari Minggu atau hari libur negar asal, maka penyerahan dapat dilakukan pada hari berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut tanggal valuta (valuta date). Penyerahan dana pada transaksi tunai pada dasarnya dapat dilakukan dengan 3 cara:
a.    Value today disebut juga cash sattlement, yaitu penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) dilakukannya transaksi.
b.    Value tomorrow disebut juga one day sattlement, yaitu penyerahan dilakukan pada hari kerja                berikutnya.
c.    Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.

2.    Transaksi berjangka/ tunggak (forward transaction)
Dalam transaksi berjangka penyerahan dilakukan beberapa hari mendatang baik secara mingguan atau bulanan. Kurs dilakukan pada waktu kontrak dilakukan, akan tetapi pembayaran dilakukan beberapa waktu yang akan datang sesuai dengan jangka waktunya. Akibatnya rate yang digunakan dalam transaksi berjangka lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi tunai. Transaksi semacam ini disebut premium dan bila sebaliknya disebut discount. Transaksi berjangka ini sering dilakukan untuk pemagaran risiko terhadap fluktuasi(ketidak tetapan)  tingkat pertukaran (exchange rate) dan menjamin nilai tagihan di masa yang akan datang dan juga untuk tujuan spekulasi.

3.    Transaksi barter (swapt transaction)
Transaksi barter dalam pasar antar bank adalah pembelian dan penjualan secara bersamaan mata uang tertentu dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Dengan demikian, transaksi barter merupakan kombinasi antara pembeli dan penjual untuk dua mata uang secara tunai yang diikuti membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan berjangka secara stimulan dalam batas waktu yang berbeda. Transaksi barter sering kali disebut transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertentu dan transaksi barter jumlah pembelian suatu mata uang selalu sama dengan jumlah penjualannya, oleh karenanya tidak mengubah posisi pertukaran keuntungan.
Tujuan dari transaksi barter adalah untuk menjaga kemungkinan dari kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs. Transaksi barter dapat dilakukan oleh BI dengan bank atau antar bank dengan nasabahnya. Dengan kata lain bahwa barter merupakan transaksi berjangka yang dikaitkan dengan transaksi tunai atau kebalikannya. Misalnya, jual tunai beli berjangka atau beli tunai jual tunai. Transaksi barter banyak dilakukan oleh bank apabila suatu saat bank mengalami kelebihan jenis mata uangnya. Sebagai contoh, bank kelebihan uang yang disimpan nasabah dalam deposito valas US$ sedangkan kredit yang diberikan kebanyakan dalam yen JPN, maka kepincangan ini dapat ditutup melalui transaksi barter.

4. Transaksi option
Transaksi option adalah sebuah kontrak finansial yang memberikan hak kepada pembeli dan keajiban pada penjual untuk membeli atau menjual sesuatu pada harga, satuan dan waktu tertentu. Pembeli dalam hal ini adalah pihak yang mengalihkan resiko kepada penjual dengan cara membayar premi. Melalui perjanjian ini, pembeli tidak mau menerima resiko melebihi premi yang dibayarkan namun berhak untuk mengambil keuntungan yang tidak terbatas. Sementara disisis lain, penjual adalah pihak yang menerima premisebagai keuntungan maksimal dan bersedia menanggung kerugian yang tidak terbatas.
Pembeli berhak memilih apakah akan menggunakan hak tersebut atau tidak. Jika pembeli memilih menggunakan hak tersebut, maka penggunaan tersebut dikenal dengan nama exercise. Dengan meng-exercise option pembeli akan membeli atau menjual pada harga yang sudah disepakati dalam kontrak. Jika pembeli memilih untuk tidak menggunakan hak pembeli atau lapse maka kontrak akan khir dengan nilai. Transaksi option dilakukan di bursa atau di luar bursa (OTC) melalui broker tertentu. Dan jenis instrumen yang dapat dicakup oleh transaksi option beraneka ragam, bisa mata uang, komoditi fisik, sekuritas atau properti.

C.  Foreign Exchange atau Valuta Asing Menurut Prespektif Islam
1.    Dasar hukum al-S}harf
Perdagangan valuta asing dapat dianalogikan dengan pertukaran antara emas dan perak (sharf). Harga atau pertukaran itu dapat ditentukan bardasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Para Fuqaha mengatakan bahwa kebolehan praktek al-Sharf didasarkan pada sejumlah hadith Nabi SAW, antara lain pendapat jumhur yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan Nafi’, dari Abu Said al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي سعيد الخدري. ان رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاتبيعوا الذهب بالذهب إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض، ولاتبيعوا الفضة بالفضة إلامثلا بمثل، ولاتثفوابعضها على بعض، ولا تبيعوا منها شيئا غا ئبابناجز. (مثفق علية)

Artinya: “Dari Abu Said al-Khudri ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu menjualemas dengan emas kecuali dengan seimbang, dan janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain. Janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali dengan seimbang, dan janganlah kamu memberikan sebagainya atas yang lain. Dan janganlah kamu menjual dari padanya sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu yang tunai (ada)”. (H. Muttafaq Alaih).
                           Hadith berikutnya diriwayatakan oleh Abu Ubadah Ibnu al-Shamid bahwa  Rasulullah SAW telah bersabda:

وعن عبادة بن الصامث قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمربالتمر، والملح بالملح، مثلابمثلا، سواء بسواء، يدا بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعواكيف سئتم اذا كان يذا بيد. (رواه مسلم)

Artinya: “Dari Ubadah Ibnu al-Shamid ia berkata, bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda: “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jagung centel dengan jagung centel, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, sama dan sejenis haruslah dari tangan ke tangan (cash). Maka apabila erbeda jenisnya, juallah dengan sekehendak kalian dengan cara kontan.” (HR. Muslim).

Arahan Rasulullah pada Hadith ini mengindikasikan:
a.    Gandum, jagung  centel, kurma, garam, sebagai barang, serta emas dan perak sebagai mata uang, tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya (rupiah dengan rupiah atau dollar dengan dollar) kecuali sama jumlahnya.
b.    Bila berbeda jenisnya, rupiah dengan yen, dapat ditukarkan (exchange) sesuai dengan market rate dengan catatan harus naqdan atau spot (kontan).
Jumhur Fuqoha’ juga telah sepakat bahwa, emas atau perak yang sudah dicetak, yang juga masih berupa lantakan atau sudah menjadi perhiasan, semuanya itu sama-sama dilarang menjualnya satu dengan yang lainnya memakai pelebihan. Kecuali Mu’awiyah yang membolehkan antara barang lantakan dengan barang yang sudah menjadi perhiasan, dengan alasan bertambahnya unsur kebiasaan.
2.    Syarat-Syarat dan Batasan-Batasan Al-S}harf atau Foreign Exchange
Aktifitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa syarat atau batasan sebagai berikut:
a.    Serah terima sebelum iftirak (berpisah)
Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah.
Terdapat beberapa interpretasi yang berbeda di kalangan ulama mengenai istilah iftirak, yaitu:
1)    Jumhur ulama seperti ulama Hanafi, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa yang dimaksud iftirak adalah apabila kedua belah pihak telah meninggalkan tempat transaksi. Apabila kedua belah pihak belum beranjak dari tempat maka tidak dikatakan iftirak meski dalam waktu yang lama.
2)   Ulama Maliki berpendapat bahwa iftirak badan bukan merupakan ukuran sah atau tidaknya suatu transaksi. Yang  jadi ukuran yaitu serah terima harus dilakukan ketika pengucapan ijab dan kabul berlangsung. Maksudnya, jika serah terima dilakukan setelah ijab kabul, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah, sekalipun kedua belah pihak belum berpisah badan.

b.    Al-Tamatsul (sama rata)
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al-tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.

c.    Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot)
Artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat bersamaan. Tidak sah hukmnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak.Syarat ini terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.

d.   Tidak Mengandung Akad Khiyar Syarat
Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-Sharf  baik syarat tersebut dari sebelah pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali, al-Sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia.

e.    Motiv pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi.

f.       Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membeli barang dari B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa mendatang.

g.    Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.

h.    Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ al-fudhuli).

3.    Dengan memperhatikan beberapa syarat dan batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan yang dewasa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing konvensional harus dihindari antara lain:
a.    Perdagangan tanpa penyerahan (future non-delivery trading atau margin trading).
b.    Jual beli valas bukan transaksi komersial (arbitrage), baik spot maupun forward.
c.    Melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki atau dibeli (oversold).
d.   Melakukan transaksi swap.
4.    Contoh-Contoh Pelaksanaan Valuta Asing
Berikut ini adalah contoh-contoh yang diambil dari salah satu literatur yang khusus membahas masalah-masalah jual beli yang dipertanyakan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan hukum yang benar sesuai dengan syari’at Islam, dan jawaban yang diberikan merupakan hasil dari musyawarah yang dilakukan oleh kelompok bahstul masail terkenal.
a.       Seorang dokter berkebangsaan Mesir bekerja si Saudi menabung sebagian uang dari gajinya disalah satu Bank di Saudi. Saat dia akan pulang, dia berniat untuk menukar mata uang Saudi ke pound Mesir. Di mesir dia akan mendapat dua hal yaitu menukarkannya di bank atau di money changer. Di Mesir nilai tukar satu dolar mencapai 80 qirsy mesir. Jika dia menukarkannya kepada pedagang mata uang maka harga satu dolar bisa mencapai 120 qirasy mesir. Apakah hal tersebut haram?. Jawabannya adalah apabila dia menukarkan uang kepada pedagang valas dengan harga 120 qirsy dari jenis yang berlainan, maka hukumnya halal.

b.      Ada beberapa orang al-Jazair yang pergi ke prancis. Lalu mereka mengambil mata uang Perancis dari para pekerja al-Jazair di sana, 1000 franc Prancis ditukar dengan 2000 dinar aljazair dan terkadang bisa lebih. Ketika mereka kembali ke aljazair, mereka menyerahkan uang tersebut kepada keluarga para pekerja dengan mata uang aljazair. Artinya penukaran matauang tersebut tidak berlangsung secara tunai. Dan perlu diketahui bahwa mata uang aljazair lebih mahal daripada prancis. Jika masalahnya seperti ini maka hukumnya tidak diperbolehkan menjual sebagiannya dengan sebagian lainnya kecuali secara tunai.

c.       Sesorang menerima gaji dengan riyal Saudi, lalu dia menukarnya dengan riyal Sudan. Sedangkan satu riyal Saudi sama dengan 3 riyal Sudan. Maka hal ini dinilai boleh yaitu menukar uang kertas suatu Negara ke uang kertas Negara lain meskipun objek penukaran berbeda nilainya. Namun dengan syarat bahwa serah terima dilaksanakan di tempat transaksi.

5.    Fatwa tentang Foreign Exchange atau jual beli valuta asing
Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO.28/DSN-MUI/III/2002 tentang transaksi jual beli mata uang.
Pertama, ketentuan umum: transaksi mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Tidak ada spekulasi (untung-untungan).
b.    Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c.    Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (al-taqabudh).
d.   Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Kedua, jenis-jenis transaksi valuta asing:
a.    Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggaptunai, sedangkan waktu dua hari dianggapsebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.

b.    Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan sekarang dan diberlakukan pada waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan dikemudian hari. Padahal harga pada saat penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

c.    Transaksi swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

d.   Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakuan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.   Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

6.    Larangan spekulasi valas
Jual beli valas apabila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram. Argumentasi dan dasar pemikiran larangannya dirumuskan dalam bentuk poin di bawah ini:
a.    Mahatir Muhammad, PM Malaysia, dikenal luas sebagai orang yang mengecam keras praktik perdagangan valas (Margin trading valas). Larangan keras ini didasarkan pada sejumlah alasan. Perdagangan valuta asing tak ubahnya seperti judi, karena dalam transaksinya penuh dengan spekulasi.
Kontribusi margin trading sangat signikan terhadap melemahnya rupiah atas dollar AS. Sedangkan melemahnya rupiah atas dollar merupakan bencana bagi ekonomi Indonesia. Praktek margin trading biasanya tidak mengindahkan fair bussines. Karena tidak ada proses transaksi riil, para pelaku hanya mengandalkan selisih dari harga valuta pada saat penutupan.

b.    Uang bukan komoditas. Dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, namun dalam perdagangan valuta, yang secara jelas, telah dijadikan sebagai komoditas.
Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang diperjual belikan adalah uang itu sendiri, bukan barang atau jasa. mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain) yang diperoleh tanpa jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain diperoleh bighairi ‘iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang dipertukarkan kecuali mata uang itu sendiri.
Tegasnya gain (harga beli lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam al-Qur’an (QS al-Baqarah: 275-279), pada hakikatnya merupakan pelarangan terhadap transaksi maya. Firman Allah:
... وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ....
“.... Allah menghalalkan jual beli (sektor riil), dan mengharamkan riba (transaksi maya)...”



BAB III
KESIMPULAN

A.  Kesimpulan
1.    Foreign exchange atau money changer berasal dari bahasa Inggris dikenal dengan Valuta asing dalam istilah bahasa Indonesia, sedangkan dalam istilah bahasa Arab disebut al-S}harf yang memiliki definisi perjanjian jual beli suatu valuta asing dengan valuta asing lainnya maupun valuta yang sejenis.
2.    Ada 4 jenis transaksi  foreign exchange yang dapat dilakukan di bursa valas antara lain, transaksi tunai (spot transaction), transaksi barter (swapt transaction), transaksi berjangka/ tunggak (forward transaction), transaksi option.
3.    Foreign exchange diperbolehkan menurut hukum islam dengan syarat-syarat antara lain: serah terima sebelum iftirak (berpisah) al-tamatsul (sama rata), pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), tidak mengandung akad khiyar syarat,  tidak untuk spekulasi (untung-untungan), ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh), apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
  
B.  Saran
            sebagai umat muslim sebaiknya kita lebih bisa berhati-hati apabila kita ingin melakukan transaksi forex,kita harus mengetahui batasan atau aturan yang diperbolehkan oleh hukum islam untuk transaksi itu sendiri, agar transaksi yang kita lakukan bisa bernilai ibadah karna sesuai dengan ajaran islam.



DAFTAR PUSTAKA:
Susanto, Ivan.  Forex trading. Yogyakarta: Andi Offset, 2007.

http://cakninyudharta.blogspot.co.id/2014/04/foreign-exchange-dalam-pandangan-islam.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Qawaidul Fiqhiyyah

Analis Hadits Etika Penawaran